Dengan semakin mengemukanya isu perubahan iklim dan dengan adanya komitmen pemerintah untuk ikut menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), maka metode perhitungan neraca karbon dan startegi penurunan emisi GRK menjadi penting. Prof. Dr. Fahmuddin Agus dengan timnya telah melakukan suatu analisis perubahan stock karbon dan emisi CO2 sehubungan dengan perubahan penggunaan lahan menjadi lahan perkebunan. Studi ini menyimpulkan bahwa penggunaan lahan mineral dengan tutupan alang-alang dan semak belukar untuk perkebunan dapat berkontribusi menjerap (sequestrate) CO2 dari atmosfir. Hutan gambut akan berubah peran dari penjerap CO2 menjadi sumber emisi CO2 bila hutannya dibuka dan didrainase. Tingkat emisi ini dapat dikurangi bila lahan gambut yang digunakan untuk pertanian/perkebunan adalah berupa belukar gambut. Akan tetapi penggunaan lahan gambut untuk pertanian pada umumnya memberikan net emisi positif. Pada kabupaten yang lahan gambutnya dominan, maka pemerintah serta masyarakat setempat akan tergantung pada penggunaan lahan gambut. Moratorium lahan gambut untuk jangka panjang akan mengganggu pembangunan dan sosial ekonomi masyarakat setempat. Oleh sebab itu moratorium gambut hanya dapat dilaksanakan bila diikuti dengan penyediaan lapangan kerja dan sumber perekonomian alternatif bagi kabupaten dan provinsi yang kehilangan kesempatan (opportunity) untuk membangun lahan gambut. Aspek ekonomi dari penelitian ini diterangkan dalam makalah Herman et al (2009).
Artikel Lainnya
- Pengenalan Penerapan Standar dalam Kunjungan SMA Highscope Indonesia ke Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk
- Pentingnya Pengawasan Mutu Pupuk Organik : Kerjasama Balittanah dan Petrokimia Gresik
- Koordinasi Standar Pengawasan Mutu Pupuk Pengadaan Pemerintah
- C-Organik Sebagai Salah Satu Kriteria Mutu Pupuk Organik
- Workshop On Global Yield Gap Analyses : Kolaborasi Balittanah dan UNL
- Penguatan Tusi Baru Balittanah Dalam Rapat Koordinasi Lingkup BBSDLP
- Pemupukan Berimbang Mendukung Pertanian Berkelanjutan dan Terstandar